widget

Antara yang di atas dan di bawahnya

Atasan dan bawahan, 2 sebutan yang tidak asing lagi bagi si “telinga” ketika berada di tempat kerja. Dalam tingkatan tangga, “atas” berarti posisi yang mengungguli “bawah”.
Ketika mendengar kata “ATASAN”, mungkin sebagian besar orang sudah berpikiran negatif. “Wah orang ini pasti senang menyuruh-nyuruh mungkin karena dia kaya.. Merasa dirinya hebat, dan berkemungkinan suka menindas..”. Mungkin dan sekali lagi mungkin itu juga terbayang di pikiran kita semua.
Atasan tapi bawahan, cukup 3 kata yang mungkin sangat disetujui oleh banyak orang. Mengapa begitu? Karena semua orang pasti senang mempunyai seorang atasan namun berperilaku seperti layaknya karyawan biasa. Tapi, tidak semua orang sanggup melakukannya. Karena banyak atasan yang menjaga wibawa dan juga harga dirinya. Sehingga Ia memilih untuk act cool ketimbang berbaur dan “merakyat”.
Hubungan atasan dan bawahan ibarat rumah dan atap. Sehebat apapun seorang atasan, tapi tak mempunyai bawahan yang bisa diandalkan, sama saja bohong. Dan sebaliknya, bawahan yang hebat namun tidak dibimbing oleh atasan yang hebat pulak, maka hasil yang diharapkan, tak akan mungkin luar biasa.
Berdasarkan penelitian pengaruh kepemimpinan untuk mengukur kesehatan dan kesejahteraan karyawan yang dilakukan oleh Dr. Kuoppala Jaana bersama timnya yang dipublikasikan dalam Journal of Occupational and Environment Medicine, menunjukkan bukti kuat. Yakni kepemimpinan yang baik akan meningkatkan kesejahteraan karyawan. Dan mereka yang memiliki atasan yang baik, 40% lebih mungkin mengalami pencapaian lebih atau berprestasi dalam pekerjaannya.
Dan biasanya seseorang bisa terpilih menjadi atasan alias pimpinan dalam struktur organisasi (perusahaan), banyak faktor yang turut berperan. Bisa jadi karena pemilik saham, karena dipilih, atau pun karena perusahaan keluarga, dsb. Tapi sekali lagi yang harus kita sadari, menjadi seorang pemimpin yang pasti harus dipercaya.
Percaya akan kredibilitasnya, percaya akan kemampuannya memanage bawahannya, percaya akan ketidakraguannya dalam membuat keputusan yang menyangkut nasib banyak orang, dan lain halnya. Memang tanggungjawab seorang atasan sangat berat, karena nasib puluhan hingga ribuan orang berada di genggaman dia.
Tapi, tentunya hasil yang akan dia peroleh sebanding pula dengan posisi yang didudukinya. Nah untuk itu apa masih bisa seorang atasan menggunakan alasan “stress berat” dan otoritasnya sebagai atasan untuk berbuat semena-mena terhadap bawahan? Saya rasa TIDAK!
Seorang atasan yang hebat tanpa meminta pun orang akan menawarkan bantuan sebisa mungkin, dan sebaliknya. Dan rata-rata orang yang berhasil menjadi pemimpin baik yang mengkaderkan banyak bawahannya adalah orang yang pernah berada di posisi seperti mereka, hanya karyawan. Sehingga perasaan dan keinginan yang diharapkan oleh bawahannya, Ia pun cukup peka.
Jadi, mari kita belajar menjadi seorang atasan tapi bawahan. Berusaha untuk memposisikan diri kita di orang lain, belajar untuk empati dan yang paling penting mengendalikan emosi. Met malam semua!

0 komentar: