Cinta…
Cinta itu seperti menunggu angkot.
Anda melihatnya dan berkata, "Aduh angkotnya jelek banget, penyok-penyok lagi! Nggak mau ah!"
Sebuah angkot lalu datang lagi, dan Anda bilang "Wah penuh banget di dalam, gak bisa duduk dong. Aku tunggu angkot lainnya aja!"
Angkot selanjutnya datang, tapi sayang dia hanya melewati Anda, seolaholah tidak melihat Anda.
Angkot berikutnya datang lagi. Anda kemudian bergegas masuk ke dalam, namun Anda terkejut dan berkata, “Wuih…panas banget, mana jorok lagi! Aku turun aja deh.”
Maka Anda membiarkan angkot itu pergi.
Waktu terus berlalu, dan Anda baru sadar bahwa Anda bisa terlambat pergi kerja jika tak segera naik angkot.
Ketika angkot satu lagi datang, Anda langsung melompat masuk ke dalamnya.
Namun, setelah beberapa lama, Anda baru sadar bahwa Anda salah masuk angkot karena angkot tersebut bukan jurusan ke tempat kerja Anda!
Pada intinya, orang seringkali menanti seseorang yang ideal atau mendekati sempurna untuk menjadi pasangan hidupnya. Padahal tidak ada orang yang 100% bisa memenuhi kemauan Anda. Persyaratan boleh diajukan, namun tidak ada salahnya jika membiarkan ‘angkot’ yang penuh sesak ataupun penyok-penyok untuk berhenti di depan Anda, dan tentunya yang satu ‘jurusan’ dengan Anda.
Jika Anda masih bisa masuk ke dalam angkot, dan berteriak, “Stop, Bang!”, maka semua keputusan atas kesempatan yang diberikan kepada ‘angkot’, ada di tangan Anda. Mana yang lebih baik, ‘angkot’ atau ‘jalan kaki ke tempat kerja yang sangat jauh’?” Jika memilih ‘jalan kaki’, maka Anda memilih hidup sendiri tanpa kehadiran pasangan hidup yang Anda cintai.
Begitu sulitnya untuk mendapatkan angkot yang tidak penuh sesak, kondisi kendaraan yang masih bagus, satu jurusan, bersih atau bila perlu ber-AC. Jika Anda telah melihat angkot seperti itu di depan Anda, maka Anda harus berusaha sekuat tenaga untuk memberhentikan angkot tersebut, lalu masuk ke dalamnya, karena menemukan angkot seperti itu adalah suatu berkat yang sangat berharga dan tidak semua orang bisa mendapatkannya.
Cinta itu seperti menunggu angkot.
Anda melihatnya dan berkata, "Aduh angkotnya jelek banget, penyok-penyok lagi! Nggak mau ah!"
Sebuah angkot lalu datang lagi, dan Anda bilang "Wah penuh banget di dalam, gak bisa duduk dong. Aku tunggu angkot lainnya aja!"
Angkot selanjutnya datang, tapi sayang dia hanya melewati Anda, seolaholah tidak melihat Anda.
Angkot berikutnya datang lagi. Anda kemudian bergegas masuk ke dalam, namun Anda terkejut dan berkata, “Wuih…panas banget, mana jorok lagi! Aku turun aja deh.”
Maka Anda membiarkan angkot itu pergi.
Waktu terus berlalu, dan Anda baru sadar bahwa Anda bisa terlambat pergi kerja jika tak segera naik angkot.
Ketika angkot satu lagi datang, Anda langsung melompat masuk ke dalamnya.
Namun, setelah beberapa lama, Anda baru sadar bahwa Anda salah masuk angkot karena angkot tersebut bukan jurusan ke tempat kerja Anda!
Pada intinya, orang seringkali menanti seseorang yang ideal atau mendekati sempurna untuk menjadi pasangan hidupnya. Padahal tidak ada orang yang 100% bisa memenuhi kemauan Anda. Persyaratan boleh diajukan, namun tidak ada salahnya jika membiarkan ‘angkot’ yang penuh sesak ataupun penyok-penyok untuk berhenti di depan Anda, dan tentunya yang satu ‘jurusan’ dengan Anda.
Jika Anda masih bisa masuk ke dalam angkot, dan berteriak, “Stop, Bang!”, maka semua keputusan atas kesempatan yang diberikan kepada ‘angkot’, ada di tangan Anda. Mana yang lebih baik, ‘angkot’ atau ‘jalan kaki ke tempat kerja yang sangat jauh’?” Jika memilih ‘jalan kaki’, maka Anda memilih hidup sendiri tanpa kehadiran pasangan hidup yang Anda cintai.
Begitu sulitnya untuk mendapatkan angkot yang tidak penuh sesak, kondisi kendaraan yang masih bagus, satu jurusan, bersih atau bila perlu ber-AC. Jika Anda telah melihat angkot seperti itu di depan Anda, maka Anda harus berusaha sekuat tenaga untuk memberhentikan angkot tersebut, lalu masuk ke dalamnya, karena menemukan angkot seperti itu adalah suatu berkat yang sangat berharga dan tidak semua orang bisa mendapatkannya.
0 komentar:
Post a Comment