Meski kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) kerap terdengar, masih saja membuat hati ini sedih pilu ketika seorang kenalan mengalaminya. Seribu pertanyaan mengapa tetapi tak pernah cukup kata untuk menjawabnya. Ini bukan kali pertama saya mendengar kasus serupa, diluar berita dan infotainment yang melibatkan orang kebanyakan sampai selebriti. Beberapa bulan lalu teman yang lain, sebelumnya teman dari teman juga mengalaminya.
Oprah show pun mengangkat topik domestic violence membahas penyanyi terkenal Rihanna yang belum lama ini juga mengalami tindak kekerasan teman hidupnya yang juga seorang penyanyi. Untuk menunjukkan keprihatinannya Oprah bahkan akan menggelar acara yang didedikasikan untuk Rihanna-rihanna lainnya di seluruh dunia.
Di Indonesia undang-undang penghapusan KDRT telah disahkan sejak 2004. Undang-Undang ini menyebutkan bahwa KDRT tidak hanya mencakup penderitaan fisik tetapi juga psikis, seksual dan penelantaran rumah tangga. Selengkapnya bisa dilihat di http://www.lbh-apik.or.id/fact-58.htm.
Tindak kekerasan tidak terkait status sosial pelakunya demikian pula dengan reaksi dari korbannya. Kasus Rihanna sang penyanyi terbuka berkat salah seorang tetangganya yang menghubungi 911 setelah mendengar teriakan-teriakan. Memang diperlukan suatu keberanian bagi korban KDRT untuk melaporkannya, kebanyakan mundur dikarenakan pertimbangan faktor nama baik, anak-anak dan keutuhan keluarga.
Acapkali tercipta konflik dalam kehidupan perkawinan tetapi apakah kekerasan psikis apalagi fisik menjadi solusi satu-satunya? Bukankah kemampuan mengelola perbedaan dan konflik termasuk proses pembelajaran yang dijalani suami istri dengan prinsip saling menghargai pasangan. Prilaku kekerasan seringkali sulit terdeteksi sebelum terjadi pernikahan tetapi apabila telah terlihat gejala-gejala calon pasangan memiliki potensi untuk melakukan kekerasan rasanya patut dipertimbangkan kembali rencana untuk mengarungi bahtera rumah tangga bersamanya. Jangan pula abaikan informasi dari kanan kiri tentang kredibilitas calon pasangan, tentu saja bukan berarti tidak selektif terhadap isi informasinya.
Ketika pernikahan menjadi suatu ikatan yang menyakitkan apakah layak kita berdiam diri? Love doesn’t hurt ….Apakah pernikahan layak dipertahankan ketika tujuan pernikahan untuk membentuk keluarga sakinah, mawaddah, warohmah (tenang, tentram, bahagia, dirahmati Allah) itu sendiri semakin jauh? Go for help …. Carilah bantuan kepada sahabat, teman, atau pihak berwajib, kalau perlu meminta pertolongan kepada pihak lain (LBH, Komnas Perempuan dll). Jangan pernah merasa anda sendiri …
Oprah show pun mengangkat topik domestic violence membahas penyanyi terkenal Rihanna yang belum lama ini juga mengalami tindak kekerasan teman hidupnya yang juga seorang penyanyi. Untuk menunjukkan keprihatinannya Oprah bahkan akan menggelar acara yang didedikasikan untuk Rihanna-rihanna lainnya di seluruh dunia.
Di Indonesia undang-undang penghapusan KDRT telah disahkan sejak 2004. Undang-Undang ini menyebutkan bahwa KDRT tidak hanya mencakup penderitaan fisik tetapi juga psikis, seksual dan penelantaran rumah tangga. Selengkapnya bisa dilihat di http://www.lbh-apik.or.id/fact-58.htm.
Tindak kekerasan tidak terkait status sosial pelakunya demikian pula dengan reaksi dari korbannya. Kasus Rihanna sang penyanyi terbuka berkat salah seorang tetangganya yang menghubungi 911 setelah mendengar teriakan-teriakan. Memang diperlukan suatu keberanian bagi korban KDRT untuk melaporkannya, kebanyakan mundur dikarenakan pertimbangan faktor nama baik, anak-anak dan keutuhan keluarga.
Acapkali tercipta konflik dalam kehidupan perkawinan tetapi apakah kekerasan psikis apalagi fisik menjadi solusi satu-satunya? Bukankah kemampuan mengelola perbedaan dan konflik termasuk proses pembelajaran yang dijalani suami istri dengan prinsip saling menghargai pasangan. Prilaku kekerasan seringkali sulit terdeteksi sebelum terjadi pernikahan tetapi apabila telah terlihat gejala-gejala calon pasangan memiliki potensi untuk melakukan kekerasan rasanya patut dipertimbangkan kembali rencana untuk mengarungi bahtera rumah tangga bersamanya. Jangan pula abaikan informasi dari kanan kiri tentang kredibilitas calon pasangan, tentu saja bukan berarti tidak selektif terhadap isi informasinya.
Ketika pernikahan menjadi suatu ikatan yang menyakitkan apakah layak kita berdiam diri? Love doesn’t hurt ….Apakah pernikahan layak dipertahankan ketika tujuan pernikahan untuk membentuk keluarga sakinah, mawaddah, warohmah (tenang, tentram, bahagia, dirahmati Allah) itu sendiri semakin jauh? Go for help …. Carilah bantuan kepada sahabat, teman, atau pihak berwajib, kalau perlu meminta pertolongan kepada pihak lain (LBH, Komnas Perempuan dll). Jangan pernah merasa anda sendiri …
0 komentar:
Post a Comment